Samakan Harga BBM, Pertamina Butuh Rp 1 Triliun

By Admin

Bahan Bakar Minyak (Ilustrasi) 

nusakini.comPT Pertamina (Persero) membutuhkan Rp1 triliun untuk bisa menyamakan harga bahan bakar minyak secara penuh. 

Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang mengatakan tinggal beberapa daerah seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Anambas di Kepulauan Riau dan pulau kecil di Madura yang belum menerapkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sama.

Setelah Papua, pihaknya telah menyamakan harga jual BBM di Karimun Jawa, sebelah utara Jepara, Jawa Tengah. Setelah itu, katanya, giliran Kalimantan Utara yang menikmati penerapan satu harga BBM.

Lebih lanjut, dia menuturkan mahalnya harga yang diterima konsumen di beberapa daerah pelosok diakibatkan terbatasnya distributor BBM. Biasanya, tutur Bambang, distributor mendapat pasokan dari kota terdekat dengan medan yang sangat sulit ditempuh seperti hutan dan sungai yang besar. Oleh karena itu, pihaknya memperkirakan paling tidak dibutuhkan 22 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) atau agen penyalur minyak dan solar (APMS).

Guna mengoperasikan 22 SPBU atau APMS, ujar Bambang, dibutuhkan biaya Rp1 triliun. Dengan asumsi, suplai BBM di Maluku dan Sulawesi berada di tepi laut sehingga distribusi dilakukan melalui perahu. Namun, lokasi detail SPBU/apms, katanya, masih dalam tahap pembahasan. Nantinya, setiap kabupaten terpencil akan memiliki SPBU/APMS sendiri.

"Paling [biaya untuk mengoperasikan 22 SPBU/APMS] total sekitar Rp1 triliun karena yang lain, (seperti) Maluku, Sulawesi bisa pakai perahu," ujarnya di Jakarta, Senin (7/11/2016).

Menurutnya, biaya ini akan ditanggung perseroan sehingga pemerintah tak perlu mengeluarkan biaya. Dia meminta agar pemerintah bisa membantu menetapkan marjin yang sesuai agar perseroan mudah mendapat mitra untuk mengoperasikan SPBU/APMS di daerah yang belum tersentuh BBM satu harga.

Pasalnya, dia menyebut volume penjualan BBM di daerah pastinya lebih kecil namun dari segi jarak antara satu distributor ke distributor lainnya begitu jauh. Dengan demikian, dia mencontohkan bila marjin penjualan BBM hanya Rp240 per liter dengan volume penjualannya hanya 2 ton sehari, dia menganggap tak akan ada yang tertarik untuk menjadi distributor BBM.

"Yang penting kami (Pertamina) mudah dapatkan partner karena [volume] penjualan kecil."

Bambang berujar pihaknya bisa mengeluarkan biaya tersebut karena catatan kinerja perseroan yang cukup baik hingga kuartal III/2016. Adapun, beberapa cara yang bisa ditempuh yakni menggunakan moda transportasi yang paling efisien hingga melakukan kerja sama dengan Petronas di daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia agar biaya distribusi lebih murah.

Dia menjelaskan di Kalimantan Utara, misalnya, melalui kerja sama tersebut Pertamina bisa menjual BBM yang lokasinya berdekatan dengan depo Petronas. Hal itu berlaku sebaliknya saat agen distributor Petronas berada lebih dekat dengan depo Pertamina.

"Jadi Kaltara (Kalimantan Utara) sudah enggak perlu pakai pesawat, jadi [bisa didistribusikan lewat] darat. Jadi BBM Malaysia, tapi by Pertamina."

Di samping itu, pihaknya pun masih tetap melibatkan peran pengecer skala kecil. Menurutnya, pengecer skala kecil bisa membantu distribusi lebih optimum. Hal yang perlu dipastikan, katanya, harga jual di tingkat konsumen tak boleh lebih dari Rp10.000 per liternya.

"Kami juga enggak mungkin hapus eceran. Jakarta aja ada [eceran] tapi yang penting [selisih] harganya enggak jauh.". (p/mk)